daun

Senin, 29 April 2013

Makalah Sifat Perambatan Cahaya



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perkembangan zaman dewasa ini, tidak lepas dari sains sebagai unsur penunjang utama dalam berbagai aspek kehidupan. Contoh produk sains yang paling akrab kita temui adalah berbagai macam alat hasil pengembangan teknologi  dan informasi. Tidak hanya itu, pada dasarnya sains memang bagian dari kehidupan kita. Dari mulai apa yang terjadi dalam tubuh kita smpai berbagai fenomena alam di alam semesta. Dari mulai bagian terkecil sampai terbesar dalam alam semesta merupakan objek kajian sains. Meskipun saat ini penemuan-penemuan teori baru di bidang sains tidak lagi fenomenal seperti generasi Isac Newton maupun Einstein, hal tersebut tidak dapat menutup kemungkinan adanya berbagai macam penelitian yang dilakukan guna menyempurnakan teori yang sudah ada. Mempelajari sains seharusnya bukan hanya keinginan mengikuti perkembangan zaman, tetapi juga sebagai proses kita menjalankan kewajiban sebagai seorang hamba. Seorang hamba harusnya mampu mengintegrasikan apa yang dipelajarinya untuk memahami tanda-tanda kekuasan Sang Pencipta. Karena sejatinya setiap ilmu yang dipelajari merupakan ayat-ayat kauniyah dari Sang Maha Kuasa, Allah SWT. Dengan begitu yang kita dapatkan tidak hanya keuntungan dunia namun juga keuntungan akhirat.
Salah satu contoh fakta sains yang ada pada diri kita adalah mata yang merupakan bagian dari panca indera yang berguna sebagai alat penglihat, dengan memilki mata maka manusia dapat melihat benda-benda di sekitarnya yang ditangkap sebagai bayangan di retina. Dalam proses ini, terdapat suatu hal yang memilki peranan sehingga bayangan dapat terbentuk, yakni cahaya. Dalam sains pembahasan mengenai cahaya dan perilakunya termasuk dalam cabang ilmu fisika, optik. Dengan mempelajari optik kita dapat menginterpretasikan berbagai fenomena cahaya yang terlihat di kehidupan sehari-hari, seperti pelangi, lembayung senja, dan lain sebagainya. Pada makalah ini kita akan mencoba membahas tentang sifat dan perambatan cahaya sebagai langkah awal mempelajari optik.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apakah yang dimaksud dengan cahaya?
2.      Apa sajakah sifat-sifat yang dimiliki oleh cahaya?
3.      Bagaimanakah proses perambatan cahaya?

C.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan cahaya.
2.      Mengetahui sifat-sifat dari cahaya.
3.      Mengetahui proses perambatan cahaya.

D.    Manfaat Penulisan
Penulisan makalah diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya bagi kelompok kami, dan umumnya bagi mereka yang mempelajari sains terutama pada bidang optik.



E.      
BAB II
SIFAT DAN PERAMBATAN CAHAYA

A.    Sifat Cahaya
1.      Pengertian Cahaya
Cahaya adalah gelombang electromagnet yang dapat dideteksi oleh mata. Cahaya dapat merambat tanpa medium, mempunyai frekuensi antara 4x1014 Hz sampai 7,5x1014. Panjang gelombang cahaya antara 400 nm (ultraungu) sampai 700 nm (inframerah).
Pendapat para ahli tentang cahaya, diawali dengan teori penglihatan. Pada zaman yunani kuno. Phytagoras (580-500 SM) dan Democritus (460-370 SM) berpendapat bahwa kita dapat melihat benda karena benda itu mengeluarkan butir-butir yang masuk ke dalam mata. Empedocles (484-424 SM) , Plato (427-347 SM) dan Euclides (± 300 SM) berpendapat bahwa kita dapat melihat benda karena dari mata kita keluar sesuatu, kemudian menumbuk butir-butir yang dikeluarkan benda yang kita lihat itu.
Al-Kindi, seorang ilmuwan muslim menolak konsep tentang penglihatan yang dilontarkan Aristoteles. Dalam pandangan ilmuwan Yunani itu, penglihatan merupakan bentuk yang diterima mata dari obyek yang sedang dilihat. Namun, menurut Al-Kindi penglihatan justru ditimbulkan daya pencahayaan yang berjalan dari mata ke obyek dalam bentuk kerucut radiasi yang padat. Kemudian Al-Hasan (965-1038) berpendapat bahwa kita dapat melihat karena ada cahaya yang dipancarkan atau dipantulkan oleh benda itu.
Sir Isac Newton merupakan salah satu ilmuwan yang mendukung pendapat dari Al-Hasan, beliau mengemukakan pendapat bahwa dari sumber cahaya dipancarkan partikel-partikel yang sangat kecil dan ringan ke segala arah dengan kecepatan yang sangat besar. Bila partikel-partikel ini mengenai mata, maka manusia akan mendapat kesan melihat benda tersebut.
2.      Sifat Cahaya
Sifat khas dari cahaya adalah dapat menunjukkan peristiwa pemantulan, pembiasan, interferensi dan difraksi. Oleh karena itu teori fisika klasik menganggap cahaya adalah gelombang. Kemudian teori Maxwell menyatakan bahwa cahaya (sinar tampak) adalah gelombang elektromagnetik. Mekanika Newton harus diganti dengan teori relativitas khusus Einstein, apabila dilakukan pembahasan tentang kecepatan partikel yang berada dalam orde kecepatan cahaya.
Walaupun pada awal abad ke-20  telah banyak permasalahan yang dapat diterangkan dengan menggunakan teori relativitas, namun masih ada hasil-hasil percobaan dan persoalan-persoalan teoritis yang belum terjawab. Misalnya fenomena spektra  radiasi benda hitam,  efek fotolistrik,  radiasi sinar-x dan hamburan  Compton,  tidak dapat dijelaskan jika cahaya masih dipandang sebagai gelombang. Hal tersebut hanya bisa diselesaikan jika kita anggap gelombang sebagai partikel.
Sifat gelombang dan sifat partikel yang secara nyata saling bertentangan akhirnya direkonsiliasikan sejak tahun 1930 melalui perkembangan elektrodinamika kuantum, yakni sebuah teori komperhensif yang memasukkan kedua sifat gelombang dan sifat partikel. Perambatan cahaya paling baik dijelaskan dengan model gelombang tetapi pemahaman tentang pemancaran dan penyerapan memerlukan pendekatan partikel.
Dari pembahasan sifat gelombang di atas kita dapat membuat sebuah rangkuman sifat gelombang sebagai berikut:
a.         Cahaya sebagai gelombang
Sebagai gelombang Cahaya memiliki beberapa sifat diantaranya:
1)        Cahaya dapat di pantulkan (refleksi)
2)        Cahaya dapat dibiaskan (refraksi)
3)        Cahaya dapat mengalami pelenturan (difraksi)
4)        Cahaya dapat dijumlahkan (interferensi)
5)        Cahaya dapat diuraikan (dispersi)
6)        Cahaya dapat mengalami pengkutuban (polarisasi)
b.      Cahaya sebagai partikel
Contoh penerapan anggapan cahaya sebagai partikel yaitu pada efek fotolistrik, cahaya dapat dipandang sebagai kuantum energi dengan energi yang diskrit. Kuantum energi tidak dapat digambarkan sebagai gelombang tetapi lebih mendekati bentuk partikel. Partikel cahaya dalam bentuk kuantum dikenal dengan sebutan foton. Pandangan cahaya sebagai foton diperkuat lagi melalui gejala yang dikenal sebagai efek Compton. Jika seberkas sinar-X ditembakkan ke sebuah elektron bebas yang diam, sinar-X akan mengalami perubahan panjang gelombang dimana panjang gelombang sinar-X menjadi lebih besar. Gejala ini dikenal sebagai efek Compton, sesuai dengan nama penemunya, yaitu Arthur Holly Compton.
Sinar-X digambarkan sebagai foton yang bertumbukan dengan elektron (seperti halnya dua bola bilyar yang bertumbukan). Elektron bebas yang diam menyerap sebagian energi foton sehingga bergerak ke arah membentuk sudut terhadap arah foton mula-mula. Foton yang menumbuk elektron pun terhambur dengan sudut θ terhadap arah semula dan panjang gelombangnya menjadi lebih besar. Perubahan panjang gelombang foton setelah terhambur dinyatakan sebagai . Dimana m adalah massa diam elektron, c adalah kecepatan cahaya, dan h adalah konstanta Planck.

B.     Refleksi dan refraksi
Dua aspek yang paling penting mengenai perambatan cahaya adalah refleksi dan refraksi. Ketika gelombang dari tipe apapun mengenai sebuah penghalang datar misalnya sebuah cermin, gelombang-gelombang baru dibangkitkan dan bergerak menjauhi penghalang tersebut. Fenomena tersebut dinamakan refleksi. Refleksi (pemantulan) merupakan perubahan arah rambat cahaya ke arah sisi (medium) asalnya, setelah menumbuk antarmuka dua medium. Refleksi terjadi pada bidang batas antara dua medium berbeda seperti misalnya sebuah permukaan udara kaca, dalam kasus dimana sebagian energi datang direfleksikan dan sebagian ditransmisikan.
Sedangkan ketika sebuah berkas cahaya mengenai sebuah permukaan bidang batas yang memisahkan dua medium berbeda, misalnya sebuah permukaan udara kaca, energi cahaya tersebut direfleksikan dan memasuki medium kedua, perubahan arah dari sinar yang ditransmisikan tersebut disebut refraksi. Untuk menyelidiki kedua aspek tersebut dapat menggunakan model sinar dari cahaya.
Sinar
masuk
Sinar yang direfleksikan

Sinar yang direfraksikan


Bila sebuah gelombang cahaya menumbuk sebuah antarmuka (interface) halus yang memisahkan dua material transparan (material tembus cahaya) seperti udara dan kaca atau air dan kaca, maka pada umumnya sebagian gelombang itu direfleksikan dan direfraksikan (ditransmisikan) ke dalam material kedua, seperti yang diperlihatkan dalam gambar berikut;

Jika antarmuka itu kasar, cahaya yang ditransmisikan dan cahaya yang direfleksikan tersebut dihamburkan ke berbagai arah, dan tidak ada sudut transmisi tunggal atau sudut refleksi tunggal. Refleksi pada sudut tertentu dari sebuah permukaan yang sangat halus dinamakan refleksi spekular dan refleksi yang dihamburkan dari sebuah permukaan kasar dinamakan refleksi tersebar. Kedua macam refleksi dapat terjadi baik dengan material transparan maupun dengan material opaque (tak tembus sinar) yang tidak mentransmisikan cahaya. Sebagian besar benda dapat dilihat oleh mata karena benda-benda itu merefleksikan cahaya secara menyebar dari permukaannya.
Indeks refraksi (Index of refraction) dari sebuah material optik, yang dinyatakan dengan n, memainkan peranan penting dalam optika geometri. Indeks refraksi itu adalah rasio dari laju cahaya c dalam ruang hampa terhadap laju cahaya v dalam material itu:
Cahaya selalu berjalan lebih lambat di dalam material daripada di dalam ruang hampa, sehingga nilai n dalam medium apapun selain ruang hampa selalu lebih besar daripada satu. Untuk ruang hampa, n = 1. Karena n adalah rasio dari dua laju, maka n adalah bilangan murni tanpa satuan.
Hukum Refleksi dan Hukum Refraksi
Kajian eksperimental mengenai arah sinar masuk, sinar yang direfleksikan, dan sinar yang direfraksikan pada antar muka yang halus diantara dua material optik memunculkan kesimpulan-kesimpulan berikut:
1.      Sinar yang masuk, sinar yang direfleksikan, dan sinar yang direfraksikan, dan normal terhadap permukan semuanya terletak pada bidang yang sama. Bidang dari ketiga sinar itu tegak lurus terhadap bidang permukaan batas diantara kedua material tersebut.
2.      Sudut refleksi (θr) sama dengan sudut masuk (θa) untuk semua panjang gelombang dan untuk setiap pasangan material.
Untuk cahaya monokromatik dan untuk sepasang material yang diberikan, a dan b, pada sisi-sisi yang berlawanan dari antarmuka itu, rasio dari sinus sudut θa dan θb, dimana kedua sudut itu diukur dari normal terhadap permukaan, sama dengan kebalikan dari rasio kedua indeks refraksi.
Atau  
Hukum refleksi dan hukum refraksi berlaku tanpa memandang dari sisi mana dari antarmuka itu sinar masuk tersebut datang. Lintasan sebuah sinar yang direfraksikan dapat dibalik (reversible). Karena sinar yang direfleksikan membuat sudut yang sama dengan normal, maka lintasan sebuah sinar yang direfleksikan juga dapat dibalik. Itulah sebabnya mengapa bila kita melihat mata seseorang dalam cermin, orang tersebut juga dapat melihat kita.
Intensitas sinar yang direfleksikan dan intensitas sinar yang direfraksikan bergantung pada sudut masuk, kedua indeks refraksi, dan polarisasi dari sinar masuk. Indeks refraksi bergantung bukan hanya pada zat tetapi juga pada panjang gelombang cahaya. Indeks refraksi untuk beberapa zat padat dan cairan diberikan dalam tabel 2-1 untuk panjang gelombang tertentu dari sinar kuning.
Tabel 2-1
Indeks Refraksi Cahaya Natrium Kuning ( nm)
Zat
Indeks
Refraksi,
n
Zat
Indeks
Refraksi,
n
Padatan

Cairan pada suhu 20oC

Es (H2O)
Fluorit (CaF2)
Polistiren
Garam Batu (NaCl)
Kwarsa (SiO2)
Zirkon (ZrO2 . SiO2)
Intan (C)
Fabulit (SrTiO3)
Rutil (TiO2)
1,309
1,434
1,49
1,544
1,544
1,923
2,417
2,409
2,62
Metanol (CH3OH)
Air (H2O)
Etanol (C2H5OH)
Karbon tetraklorida
Terpentin
Gliserin
Benzena
Karbon disulfida (CS2)
1,329
1,33336
1,460
1,472
1,473
1,473
1,501
1,628
Kaca (nila-nilai umumnya)

Udara
1,00029
Mahkota
Batu api ringan
Batu api sedang
Batu api berat
Batu api lantamim
1,52
1,58
1,62
1,66
1,80



C.     Refleksi internal total
Dalam keadaan tertentu, semua cahaya dapat direfleksikan kembali dengan tidak adanya cahaya yang ditransmisikan walaupun pada materi kedua itu tembus sinar.
Terlihat pada gambar (a) ada beberapa sinar  yang memancar dari sumber dalam medium a dengan indeks refraksi na, yang kemudian sinar-sinar itu melintas ke medium b dengan indeks refraksi nb, dimana indeks refraksinya lebih kecil na > nb ( misalkan dari air ke udara ). Dimana berdasarkan hukum refraksi Snellius,
 


Dan karena  > 1,  yang artinya jika berkas sinar itu memasuki medium dimana n lebih kecil maka berkas sinar itu dibelokkan menjauhi garis normal, dan hal itu pula yang diperlihatkan pada gambar (a). Namun pada sudut datang tertentu, sudut refraksinya akan 90° dalam hal ini sinar bias akan menyentuh permukaan batas. Sudut datang ketika sinar yang direfraksikan muncul keluar menyinggung permukaan batas itu disebut sudut kritis, . Jika sudut datang lebih besar dari sudut kritis, maka sinus sudut refraksinya akan lebih besar daripada satu yang artinya tidak ada berkas bias sama sekali dan seluruhnya direfleksikan pada permukaan batas. Efek ini yang dinamakan refleksi internal total. Refleksi internal total ini hanya terjadi jika berkas sinar menimpa batas  dengan medium kedua yang indeks refraksinya lebih kecil daripada indeks refraksi medium yang pertama (medium dalam dimana sinar itu bergerak) dan sudut datang   lebih besar atau sama dengan  .
Sudut kritis untuk dua material/medium tertentu dapat diketahui dengan mengambil  atau  dalam hukum Snell. Maka diperoleh :


Sebagai contohnya, sudut kritis bidang batas air – udara, dengan dan .
Jadi, cahaya yang merambat didalam air ini akan direfleksikan secara total jika cahaya itu menumbuk permukaan air – udara pada sudut sebesar   atau lebih besar.

D.    Dispersi
1.         Definisi Dispersi
Dispersi adalah peristiwa penguraian cahaya polikromarik (putih) menjadi cahaya-cahaya monokromatik (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu) pada prisma lewat pembiasan atau pembelokan. Hal itu membuktikan bahwa cahaya putih terdiri atas harmonisasi berbagai cahaya warna dengan panjang gelombang yang berbeda-beda.
Cahaya putih biasa merupakan superposisi dari gelombang-gelombang dengan panjang gelombang yang membentang melalui seluruh spektrum tampak. Cahaya tampak yaitu cahaya yang sensitif bagi mata kita, yang jatuh pada kisaran 400 nm sampai 750 nm. Kisaran ini dikenal sebagai spektrum tampak, dan didalamnya terdapat warna-warna dari ungu sampai merah. Cahaya dengan panjang gelombang yang lebih pendek dari 400 nm disebut ultraviolet (UV) dan cahaya dengan panjang gelombang lebih besar dari 750 nm disebut inframerah (IR-infrared). Walaupun mata manusia tidak sensitif terhadap UV dan IR, beberapa jenis film fotografi bereaksi terhadap cahaya-cahaya ini.
Warna
Panjang Gelombang
Ungu
400 - 440 nm
Biru
440 - 495 nm
Hijau
495 - 580 nm
Kuning
580 - 600 nm
Orange
600 - 640 nm
Merah
640 - 750 nm
Dispersi cahaya adalah penguraian cahaya putih atas komponen - komponen warna pelangi. Dalam percobaan di laboratorium, penguraian cahaya tersebut menggunakan sebuah kotak sinar dan sebuah prisma kaca. Jika sebuah sinar yang keluar dari kotak diarahkan ke salah satu bidang pembias prisma, maka sinar yang keluar dari bidang prisma lainnya akan terpisah menjadi 7 warna pelangi.
Cahaya putih (polikromatik) yang dirambatkan pada prisma kaca mengalami dispersi sehingga membentuk spektrum warna-warna pelangi. Dispersi gelombang  yang terjadi dalam prisma kaca terjadi karena kaca termasuk medium dispersi untuk gelombang cahaya.
Sebuah prisma mempunyai kemampuan untuk menguraikan cahaya menjadi warna-warna pelangi. Hal ini terjadi karena indeks bias materi bergantung pada panjang gelombang, seperti ditunjukkan untuk beberapa materi seperti pada gambar. Cahaya putih merupakan campuran dari semua panjang gelombang yang tampak, dan ketika jatuh pada prisma, panjang-panjang gelombang yang berbeda tersebut dibelokkan dengan derajat yang berbeda-beda. Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:


Karena indeks bias lebih besar untuk panjang gelombang yang lebih pendek, cahaya ungu dibelokkan paling jauh dan merah paling sedikit. Indeks cahaya suatu bahan menentukan panjang gelombang cahaya  yang dapat diuraikan menjadi komponen - komponennya. Untuk cahaya ultraviolet digunakan  prisma dari kristal, untuk cahaya putih digunakan prisma dari kaca, dan  untuk cahaya infrarot digunakan prisma dari garam batu.
Peristiwa dispersi ini terjadi karena perbedaan indeks bias tiap warna cahaya. Cahaya berwarna merah mengalami deviasi terkecil sedangkan warna ungu mengalami deviasi terbesar. Setiap warna mengalami pembiasan yang berbeda. Setiap warna mengalami deviasi dari arah semula. Sudut yang dibentuk oleh sinar yang keluar dengan sinar datang dinamakan sudut deviasi.
Keterangan:
Pada setiap deviasi Berlaku persamaan:
 dan
N = Garis normal
i1 = sudut datang
r1 = sudut bias pertama
i2 = sudut datang kedua
r2 = sudut bias kedua
= sudut deviasi
= sudut pembias prisma
Deviasi Minimum prisma dicapai bila sudut datang pertama sama dengan sudut bias akhir. Yaitu , sehingga berlaku:
Jika indeks bias prisma = np dan indeks bias medium = nm
Jika  maka

Contoh:
Seberkas cahaya monokromatik datang pada sebuah prisma yang mempunyai sudut pembias 30o dan terjadi deviasi minimum. Cahaya meninggalkan prisma dengan sudut 25o. besar sudut datang cahaya pada prisma adalah …
Penyelesaian:
Diketahui:  = 30o
                   r2 = 25o
Ditanyakan : sudut datang cahaya pada prisma (i1)
Jawaban :
Pada saat terjadi deviasi minimum maka sudut datang = sudut keluar. Dengan demikian i1 = 25o.
Jadi besar sudut datang cahaya pada prisma adalah 25o.

E.     Polarisasi
Cahaya, seperti halnya semua radiasi elektromagnet disebutkan oleh teori elektromagnet sebagai gelombang transversal yakni dimana vektor listrik dan vektor magnet yang bergetar adalah tegak lurus kepada arah perambatannya. Polarisasi adalah karakteristik semua gelombang transversal. Untuk sebuah dawai yang berada dalam kesetimbangan sepanjang sumbu x, pergeseran yang dapat berada sepanjang arah y, dalam hal ini, dawai tersebut selalu terletak pada bidang xy. Tetapi pergeseran tersebut mungkin juga berada sepanjang sumbu z, maka dawai terletak pada bidang xz.
Bila sebuah gelombang hanya mempunyai pergeseran y, kita mengatakan bahwa gelombang tersebut terpolarisasi linear dalam arah y, sebuah gelombang hanya dengan pergeseran z dalah terpolarisasi linear dalam arah z. Untuk gelombang mekanik kita dapat membangun sebuah saringan polarisasi atau pemolarisasi yang hanya mengijinkan gelombang dengan arah polarisasi tertentu untuk lewat.
1.         Saringan Polarisasi
Cahaya dari sumber biasa, seperti bola lampu pijar dan peralatan tetap cahaya pijar, tidak terpolarisasi. Antena yang meradiasikan gelombang cahaya adalah molekul yang membentuk sumber itu. Gelombang yang dipancarkan oleh setiap satu molekul dapat terpolarisasi linear, seperti dari sebuah antena radio. Tetapi dari sumber cahaya yang sebenarnya mengandung banyak sekali molekul dengan orientasi acak, sehingga cahaya yang dipancarkan adalah campuran acak gelombang terpolarisasi linear dalam sebuah arah transversal yang mungkin. Cahaya seperti itu dinamakan cahaya tak terpolarisasi atau cahaya alami. Untuk menciptakan cahaya terpolarisasi dari cahaya alami tak terpolarisasi maka diperlukan sebuah saringan yang analog dengan celah untuk gelombang mekanik.
Saringan polarisasi untuk gelombang elektromagnetik mempunyai rincian konstruksi yang berbeda-beda tergantung dari panjang gelombang.
a.    Untuk gelombang mikro dengan panjang gelombang beberapa centimeter, pemollarisasi yang baik berupa susunan kawat-kawat konduksi pararel yang jaraknya sangat rapat dan terisolasi satu sama lain.
b.    Saringan polarisasi yang paling lazim untuk cahaya tampak adalah sebuah material yang dikenal dengan merk dagang Polaroid, sangat banyak digunakan untuk lensa kamera.

2.         Polarisasi Oleh Refleksi
Cahaya yang tak terpolarisasi dapat dipolarisasi, baik separa parsial maupun secara total, oleh refleksi. Cahaya alami yang tak terpolarisasi memasuki permukaan yang merefleksi antara dua material optik yang tembus sinar, bidang yang mengandung sinar masuk dan sinar yang direfleksikan dan normal terhadap permukaan dinamakan bidang masuk. Untuk sebagian besar sudut masuk, gelombang dimana vektor medan listrik  tegak lurus terhadap budang masuk (yakni, pararel dengan bidang yang merefleksikan) direfleksikan secara lebih kuat daripada gelombang dimana medan listrik terletak dalam bidang ini. Dalam kasus ini, cahaya yang direfleksikan itu terpolarisasi secara parsial dalam arah yang tegak lurus terhadap bidang masuk.
Pada sudut masuk tertentu yang dinamakan sudut polrisasi , cahaya pada saat medan listrik  terletak pada bidang masuk tidak direfleksikan sama sekali tetapi secra keseluruhan direfraksikan. Polarisasi oleh refleksi merupakan alasan mengapa saringan polarisasi banyak sekali digunakan dalam kaca mata gelap.

3.         Polarisasi Melingkar dan Eliptik
Cahaya dan radiasi elektromagnet lain juga dapat mempunyai polarisasi melingkar atau polarisasi eliptik. Misalnya kedua gelombang yang amplitudonya sama itu berbeda fasa sebanyak seperempat siklus. Maka gerak resultan dari setiap titik sebesar dengan sebuah superposisi dari dua gerak harmonik sederhana yang tegak lurus satu sama lain, dengan beda fasa seperempat siklus. Pergeseran y diseuah titik adalah paling besar pada waktu-waktu ketika pergeseran z adalah nol, dan sebaliknya. Maka gerak dawai itu secara keseluruhan tidak lagi berlangsung pada sebuah bidang tunggal. Dapat diperlihatkan bahwa setiap titik pada tali itu bergerak dalam sebuah lingkaran pada sebuah bidang yang pararel dengan bidang yz. Titik-titik yang berurutan pada tali itu mempunyai beda fasa yang berurutan, dan keseluruhan gerak dawai itu mempunyai penampilan sebuah garis skrup yang berotasi. Ini diperlihatkan kekiri dari saringan polarisasi. Superposisi dari kedua gelombang terpolarisasi linear yang tertentu ini dinamakan polarisasi melingkar.
Jika beda fasa antara kedua gelombang komponen itu adalah sesuatu selain daripada seperempat siklus, atau jika kedua gelombang komponen itu mempunyai amplitudo yang berbeda. Maka setiap titik pada dawai itu menelusuri bukan sebuah lingkaran tetapi sebuah elips. Gelombang yang dihasilakan itu dikatakan terpolarisasi eliptik.

4.         Fotoelastisitas
Beberapa material optik yang normalnya tidak birefringent menjadi demikian bila material itu dipengaruhi oleh tegangan mekanik. Inilah dasar ilmu pengetahuan fotoelastisitas.

F.      Hamburan cahaya
Hamburan adalah peristiwa penyerapan dan pemantulan kembali cahaya oleh suatu sistem partikel.  Bila cahaya datang pada medium, sinar tersebut akan (mungkin) dipancarkan ke segala arah, hal ini dinamakan “Hamburan Cahaya”.
Cahaya
hamburan
 






Langit terlihat berwarna biru, matahari terbenam terlihat berwarna merah dan cahaya di langit sebagian terpolarisasi. Fenomena ini dijelaskan atas dasar peghamburan cahaya oleh molekul atmosfer. Penghamburan cahaya oleh atmosfer bumi bergantung kepada panjang gelombang. Untuk partikel-partikel yang jauh lebih kecil dari panjang gelombang cahaya (seperti molekul udara), partikel-pertikel tersebut tidak merupakan rintangan yang besar bagi panjang gelombang yang panjang dibandingkan bagi yang pendek.
Langit hanya berwarna biru di siang hari. Ada beberapa sebab mengapa langit saat itu berwarna biru. Bumi diselubungi lapisan udara yang disebut atmosfer. Walaupun tidak tampak, udara sebenarnya terdiri atas partikel-partikel kecil. Cahaya dari matahari dihamburkan oleh partikel-partikel kecil dalam atmosfer itu. Tetapi kita tahu, cahaya dari matahari terdiri dari paduan semua warna, dari merah, kuning, hijau, biru, hingga ungu. Warna-warna itu memiliki frekuensi yang berbeda. Merah memiliki frekuensi yang lebih kecil dari kuning, kuning lebih kecil dari hijau, hijau lebih kecil dari biru, biru lebih kecil dari ungu. Semakin besar frekuensi cahaya, semakin kuat cahaya itu dihamburkan. Warna langit adalah sebagian cahaya matahari yang dihamburkan. Karena yang paling banyak dihamburkan adalah warna berfrekuensi tinggi (hijau, biru, dan ungu), maka langit memiliki campuran warna-warna itu, yang kalau dipadukan menjadi biru terang. Karena warna biru banyak dihamburkan, maka warna matahari tidak putih sempurna, seperti yang seharusnya terjadi jika semua warna dipadukan. Warna matahari menjadi sedikit agak jingga. Pada sore hari, sering matahari berubah warna menjadi merah. Pada saat itu, sinar matahari yang sudah miring menempuh jarak lebih jauh untuk mencapai mata kita, sehingga semakin banyak cahaya yang dihamburkan. Sehingga yang banyak tersisa adalah cahaya frekuensi rendah, yaitu merah.
Di bulan dan di planet yang tidak memiliki atmosfir, cahaya matahari tidak dihamburkan, sehingga langit selalu berwarna hitam, walaupun di siang hari. Efek Tyndall juga dapat menerangkan mengapa langit pada siang hari berwarna biru, sedangkan ketika matahari terbenam di ufuk barat berwarna jingga atau merah. Hal tersebut dikarenakan penghamburan cahaya matahari oleh partikel-partikel koloid di angkasa, dan tidak semua frekuensi sinar matahari dihamburkan dengan intensitas yang sama. Oleh karena intensitas cahaya berbanding lurus dengan frekuensi, maka ketika matahari melintas di atas kita, frekuensi paling tinggilah yang banyak sampai ke mata kita, sehingga kita melihat langit biru.
Ketika matahari hampir terbenam, hamburan cahaya yang frekuensinya yang rendahlah yang lebih banyak sampai ke kita, sehingga kita menyaksikan langit berwarna jingga atau merah. Kita ingat untaian cahaya tampak dalam spektrum cahaya, merah-jingga-kuning-hijau-biru-ungu. Dari urutan merah sampai ungu, frekuensinya semakin tinggi. Jadi warna-warna yang mendekati merah memiliki frekuensi cahaya tinggi, dan warna-warna yang mendekati ungu memiliki frekuensi cahaya rendah. Akibatnya, pada belahan bumi yang lebih timur, orang sudah tidak lagi dapat melihat warna biru dan ungu karena sudah dihamburkan. Saat itu, orang pada belahan bumi yang lebih timur hanya akan melihat “sisa” warna yang belum terhamburkan. Sisa warna yang masih ada adalah percampuran antara merah, jingga, dan kuning. Itulah sebabnya mengapa langit terlihat berwarna merah ketika terbenam.
Awan mengandung konsentrasi yang tinggi dari tetesan air atau kristal es, yang juga menghamburkan cahaya. Karena konsentrasi yang tinggi ini, maka cahaya yang lewat melalui awan mempunyai kesempatan lebih banyak untuk terhambur daripada cahaya yang lewat melalui langit bersih. Jadi, cahaya dari semua panjang gelombang pada akhirnya dihamburkan keluar dari awan itu, sehingga awan itu terlihat berwarna putih.
Karena cahaya langit terpolarisasi sebagian, maka pemolarisasi sangat berguna dalam fotografi. Langit dalam sebuah poster dapat dibuat bertambah gelap dengan mengorientasikan sumbu polarisasi itu sehingga tegak lurus terhadap arah yang menonjol dari polarisasi cahaya yang dihamburkan itu. Cahaya yang paling kuat terpolarisasi datang dari bagian-bagian langit yang berada  jauhnya dari matahari; misalnya, langsung daria atas kepala ketika matahari itu berada pada horizon pada waktu matahari terbit atau terbenam. Secara lebih deskriptif, gambar berikut akan lebih memperjelas pemahaman kita.
Gambar. Peristiwa Hamburan Cahaya
Sebagai permisalan ada dua orang A dan B. Masing-masing berada pada belahan bumi yang berbeda. A sedang berada di suatu belahan bumi yang sedang mengalami siang hari, sedangkan B berada lebih timur dari A dan oleh karenanya ia telah memasuki waktu sore hari.
Matahari akan meradiasikan cahaya putih dalam arah lurus seperti pada Gambar. Jarak antara A dengan matahari lebih pendek jika dibandingkan B yang sudah masuk sore hari. Pada jarak yang pendek tersebut cahaya putih dari matahari akan mengalami hamburan terutama untuk warna biru dan ungu karena berfrekuensi tinggi. Peristiwa ini, seperti yang telah di bahas sebelumnya, menyebabkan si A akan melihat bahwa langit berwarna biru. Namun pada jarak yang lebih jauh, yakni bagi si B, ia sudah tidak lagi bisa melihat warna biru. Hal ini karena sebagian besar warna biru telah dihamburkan di belahan bumi yang sedang siang hari. Oleh karena itu, tinggal warna merah, jingga dan kuning saja yang masih diteruskan sampai ke mata si B. Itulah sebabnya, kenapa sore hari langit cenderung berwarna jingga kemerah-merahan.

G.    Prinsip Huygens
1.      Prinsip Huygens
Prinsip Huygens merupakan metode geometris untuk dapat menentukan bentuk muka gelombang pada suatu saat bila diketahui suatu bagiannya pada suatu saat sebelumnya. Dengan kata lain Prinsip Huygens merupakan cara untuk menentukan intensitas dan fase cahaya di tiap titik bila hanya sebagian muka gelombang yang nampak.
Huygens mengasumsikan bahwa setiap titik pada permukaan gelombang dapat dianggap sebagai gelombang sekunder kecil yang memancar ke segala arah dan memiliki kecepatan yang sama dengan kecepatan rambat gelombang. Dengan adanya penambahan gelombang sekunder baru ini berarti terbentuk permukaan-permukaan baru yang dapat diperoleh dengan cara melukiskan permukaan yang menyinggung gelombang-gelombang sekunder sebelumya bila kita menggunakan metode grafis. Hal ini menunjukan bahwa permukaan-permukaan baru yang terbentuk oleh gelombang sekunder baru selalu menyinggung gelombang sekunder sebelumnya , permukaan baru inilah yang dinamakan envelope atau lingkup gelombang sekunder tersebut.
Karena prinsisp Huygens digunakan untuk mencari bentuk permukaan gelombang pada selang waktu t tertentu, dan pada selang waktu tersebut gelombang bergerak artinya memiliki kecepatan v, maka ada jarak sebesar ryang ditempuh oleh gelomabang tersebut untuk membentuk permukaan gelombang baru (gelomabang sekunder), karena gelombnag bersifat menyebar maka penyebarannya digambarkan dengan sebuah lingkaran seperti pada gambar berikut.
Prinsip Huygens digunakan dalam hukum pemantulan dan hukum pembiasan pada bidang datar. Hukum Pemantulan berdasarkan Prinsip Huygens
Gambar 2
Gambar 1


Untuk mempermudah pemahaman penerapan Prinsip Huygen pada pemantulan , dapat digambarkan seperti gambar di atas di mana garis  AA’ dianggap sebagai permukaan gelombang datang, Prinsip huygens digunakan untuk mencari posisi gelombang setelah selang waktu tertentu dengan mengganggap AA’ sebagai tititk-titik pusat , maka tariklah garis sebagai gelombang sekunder  dengan radius vt   (r) dari AA’. Gelombang sekunder yang timbul di dekat ujung atas  AA’ menyebar tanpa terhalang bidang batas  dan lingkupannya (envelove) membentuk permukaan gelombang sekunder baru OB’ kemudian NC’ pada selang waktu berikutnya. Tetapi gelombang sekunder yang timbul di dekat ujung bawah AA’ terhalang oleh bidang pantul sehingga arah rambatanya pun berubah karena dipantulkan, garis putus-putus menunjukan bahwa bila bidang pantul tidak ada maka, gelombang sekunder akan diteruskan, dan arah rambatanya pun tidak berubah, pantulan gelombang sekunder baru ini lah yang membentuk muka gelombang OB dan NC pada selang waktu t berikutnya.
Gambar kedua menunjukan hukum pemantulan bahwa sinar datang sama dengan sinar pantul, ini dibuktikan dengan cara menarik garis OP=vt tegak lurus pada AA’ kemudian tariklah OB yang menyinggung radius vt dan sumbunya di A. Jika AQ ditarik dari A ke titik singgung maka segitiga APO  sama dan sebangun dengan segitiga AQO , serta AQ=OP maka sudut θr (sudut datang) sama dengan θa (sudut pantul).
Hukum Pembiasan (Snellius) berdasarkan Prinsip Huygens
Penerapan Prinsip Huygens pada pembiasan, gerakannya sama dengan pada pemantulan akan tetapi bidang datar pada pembiasan merupakan medium yang bening. Pembiasan terjadi pada dua medium berbeda dan memilki indeks bias yang berbeda pula , kita sebut saja medium a dan b (material a dan b pada gambar 3)  dan indeks biasnya na dan nb. Beberapa titik pada garis AA’ dianggap sebagai pusat , kemudian lukislah sejumlah gelombang pada ujung atas AA’ dengan kecepatan va pada selang waktu t, sehingga terbentuk permukaan lengkung berjarak vat yang tak lain adalah gelombang sekunder baru.
Tetapi pada ujung bawah AA’ (titik A) memilki kecepatan vb pada selang waktu yang sama sehingga jarak gelombang sekunder yang terbentuk adalah vbt, hal ini disebabkan oleh gelombang yang merambat pada dua medium yang berbeda kerapatanya, maka kecepatan rambatnya pun akan berbeda, sehingga jaraknya pun berbeda. Lingkupan semua gelombang sekunder yang ditimbulkan permukaan gelombang asal tak lain adalah bidang yang dilukiskan oleh garis patah BOB’, dengan cara yang sama diperoleh pula CPC’.
Dalam hukum pembiasan kita telah ketahui bahwa nava = nbvb, ini dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut θa adalah sudut datang dan θb adalah sudut bias. Perhatikan gambar 4 , tariklah garis OQ = vat tegak lurus pada AQ, tarik pula AB=vbt tegak lurus pada BO, karena membentuk segitiga siku-siku AOQ dan AOB maka diperoleh:
 (pada ∆ AOQ) dan  (pada ∆ AOB). Oleh sebab itu,
Karena va/vb merupakan konstanta, maka persamaan di atas merupakan hukum Snell yang dirumuskan berdasarkan teori gelombang , Bentuk umum persamaan Hukum Snell adalah
, sehingga       dan nava = nbvb.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat terlihat secara kasat mata. Cahaya mempunyai sifat sebagai gelombang dan sebagai partikel sering kita kenal dengan dualisme gelombang-partikel. Sebagai gelombang, cahaya dapat direfleksikan ataupun direfraksikan ketika mengenai suatu bidang namun saat itu pula dia mengalami penyerapan energi yang menunjukan sifat cahaya sebagai partikel.
Cahaya mempunyai beberapa sifat sebagai gelombang diantaranya. Dapat dibiaskan (refleksi), dapat dibiaskan (refraksi), dapat mengalami pelenturan (difraksi), dapat dijumlahkan (interferensi), dapat diuraikan (dispersi), dapat mengalami pengkutuban (polarisasi). Refleksi (pemantulan) merupakan perubahan arah rambat cahaya ke arah sisi (medium) asalnya, setelah menumbuk antarmuka dua medium. Saat cahaya datang dengan sudut datang  yang lebih besar sudut kritis maka akan terjadi pemantulan internal sempurna. Sedangkan refraksi adalah perubahan arah dari sinar yang ditransmisikan pada medium yang berbeda. Dispersi adalah penguraian cahaya polikromatik menjadi cahaya monokromatik. Hamburan adalah peristiwa penyerapan dan pemantulan kembali cahaya oleh suatu sistem partikel. Dalam penggambaran cahaya dikenal Prinsip Huygens yang merupakan metode geometris untuk menentukan intensitas dan fase cahaya di tiap titik bila hanya sebagian muka gelombang yang nampak.

B.     Saran
Dalam penyusunan makalah ini akan sangat banyak kesempatan mengeksplor materi melalui gambar. Alangkah baiknya jika gambar bisa benar-benar diteliti kebenarannya karena beberapa gambar sering kali tidak sesuai dengan fenomena yang seharusnya. Contoh: gambar sudut deviasi pada beberapa sumber di internet tidak menunjukan sudut deviasi yang seharusnya.
DAFTAR PUSTAKA

Endarko & Yudhoyono, Gatot. 2007. FISIKA. Jakarta: DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL BIRO PERENCANAAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI.
Giancoli, Douglas. 2001. Fisika Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Sears & Zemansky. 1994. Fisika untuk Universitas 3 Optika dan Fisika Modern. Bandung: Bina Cipta
Young & Freedman. 2003. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Zaelani, Ahmad dkk. 2006. 1700 Bank Soal Bimbingan Pemantapan Fisika. Bandung: Yrama Widya.
Hermawayne. 2009. Mengapa matahari terlihat kemerahan. Tersedia di [http://hermawayne.blogspot.com/2009/02/mengapa-matahari-terlihat-kemerahan.html]
Math.ucr. 2013. Blue Sky (Penyebab langit biru). Tersedia di [http://www.math.ucr.edu/home/baez/physics/General/BlueSky/blue_sky.html]
Matludin. 2012. Relativitas: dualisme gelombang partikel. Tersedia di [http://myblogmatludin.blogspot.com/2012/07/dualisme-gelombang-partikel_18.html]
Shvoong. 2012. Pengertian cahaya. Tersedia di [http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2108839-pengertian-cahaya/]
Chairunnisa. 2012. Teori-teori Cahaya Menurut Para Ahli. Tersedia di [http://chairunnisah-fisikaeducationnisah.blogspot.com/2012/05/teori-teori-cahaya-menurut-para-ahli.html]







1 komentar:

  1. Makalahnya bagus juga.. Makasih untuk infromasinya yah.
    kunjungi juga:
    http://pangissengang.blogspot.com/2015/08/teori-perambatan-cahaya.html

    BalasHapus