BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkembangan zaman
dewasa ini, tidak lepas dari sains sebagai unsur penunjang utama dalam berbagai
aspek kehidupan. Contoh produk sains yang paling akrab kita temui adalah
berbagai macam alat hasil pengembangan teknologi dan informasi. Tidak hanya itu, pada dasarnya
sains memang bagian dari kehidupan kita. Dari mulai apa yang terjadi dalam
tubuh kita smpai berbagai fenomena alam di alam semesta. Dari mulai bagian
terkecil sampai terbesar dalam alam semesta merupakan objek kajian sains. Meskipun
saat ini penemuan-penemuan teori baru di bidang sains tidak lagi fenomenal
seperti generasi Isac Newton maupun Einstein, hal tersebut tidak dapat menutup
kemungkinan adanya berbagai macam penelitian yang dilakukan guna menyempurnakan
teori yang sudah ada. Mempelajari sains seharusnya bukan hanya keinginan
mengikuti perkembangan zaman, tetapi juga sebagai proses kita menjalankan
kewajiban sebagai seorang hamba. Seorang hamba harusnya mampu mengintegrasikan
apa yang dipelajarinya untuk memahami tanda-tanda kekuasan Sang Pencipta.
Karena sejatinya setiap ilmu yang dipelajari merupakan ayat-ayat kauniyah dari
Sang Maha Kuasa, Allah SWT. Dengan begitu yang kita dapatkan tidak hanya
keuntungan dunia namun juga keuntungan akhirat.
Salah satu
contoh fakta sains yang ada pada diri kita adalah mata yang merupakan bagian
dari panca indera yang berguna sebagai alat penglihat, dengan memilki mata maka
manusia dapat melihat benda-benda di sekitarnya yang ditangkap sebagai bayangan
di retina. Dalam proses ini, terdapat suatu hal yang memilki peranan sehingga
bayangan dapat terbentuk, yakni cahaya. Dalam sains pembahasan mengenai cahaya
dan perilakunya termasuk dalam cabang ilmu fisika, optik. Dengan mempelajari
optik kita dapat menginterpretasikan berbagai fenomena cahaya yang terlihat di
kehidupan sehari-hari, seperti pelangi, lembayung senja, dan lain sebagainya.
Pada makalah ini kita akan mencoba membahas tentang sifat dan perambatan cahaya
sebagai langkah awal mempelajari optik.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah
yang akan di bahas di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan cahaya?
2.
Apa
sajakah sifat-sifat yang dimiliki oleh cahaya?
3.
Bagaimanakah
proses perambatan cahaya?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penyusunan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan cahaya.
2.
Mengetahui
sifat-sifat dari cahaya.
3.
Mengetahui
proses perambatan cahaya.
D.
Manfaat
Penulisan
Penulisan makalah
diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya bagi kelompok kami, dan umumnya
bagi mereka yang mempelajari sains terutama pada bidang optik.
E.
BAB
II
SIFAT
DAN PERAMBATAN CAHAYA
A.
Sifat
Cahaya
1.
Pengertian
Cahaya
Cahaya adalah gelombang
electromagnet yang dapat dideteksi
oleh mata. Cahaya dapat merambat tanpa medium, mempunyai frekuensi antara 4x1014
Hz sampai 7,5x1014. Panjang gelombang cahaya antara 400 nm
(ultraungu) sampai 700 nm (inframerah).
Pendapat para
ahli tentang cahaya, diawali dengan teori penglihatan. Pada zaman yunani kuno.
Phytagoras (580-500 SM) dan Democritus (460-370 SM) berpendapat bahwa kita
dapat melihat benda karena benda itu mengeluarkan butir-butir yang masuk ke
dalam mata. Empedocles (484-424 SM) , Plato (427-347 SM) dan Euclides (± 300
SM) berpendapat bahwa kita dapat melihat benda karena dari mata kita keluar
sesuatu, kemudian menumbuk butir-butir yang dikeluarkan benda yang kita lihat
itu.
Al-Kindi,
seorang ilmuwan muslim menolak konsep tentang penglihatan yang dilontarkan
Aristoteles. Dalam pandangan ilmuwan Yunani itu, penglihatan merupakan bentuk
yang diterima mata dari obyek yang sedang dilihat. Namun, menurut Al-Kindi
penglihatan justru ditimbulkan daya pencahayaan yang berjalan dari mata ke
obyek dalam bentuk kerucut radiasi yang padat. Kemudian Al-Hasan (965-1038)
berpendapat bahwa kita dapat melihat karena ada cahaya yang dipancarkan atau
dipantulkan oleh benda itu.
Sir Isac Newton
merupakan salah satu ilmuwan yang mendukung pendapat dari Al-Hasan, beliau mengemukakan
pendapat bahwa dari sumber cahaya dipancarkan partikel-partikel yang sangat
kecil dan ringan ke segala arah dengan kecepatan yang sangat besar. Bila
partikel-partikel ini mengenai mata, maka manusia akan mendapat kesan melihat
benda tersebut.
2.
Sifat
Cahaya
Sifat khas dari cahaya adalah dapat
menunjukkan peristiwa pemantulan, pembiasan, interferensi dan difraksi. Oleh
karena itu teori fisika klasik menganggap cahaya adalah gelombang. Kemudian
teori Maxwell menyatakan bahwa cahaya (sinar tampak) adalah gelombang
elektromagnetik. Mekanika Newton harus diganti dengan teori relativitas khusus
Einstein, apabila dilakukan pembahasan tentang kecepatan partikel yang berada
dalam orde kecepatan cahaya.
Walaupun pada awal abad ke-20
telah banyak permasalahan yang dapat diterangkan dengan menggunakan teori
relativitas, namun masih ada hasil-hasil percobaan dan persoalan-persoalan
teoritis yang belum terjawab. Misalnya fenomena spektra radiasi benda
hitam, efek fotolistrik, radiasi sinar-x dan hamburan Compton,
tidak dapat dijelaskan jika cahaya masih dipandang sebagai gelombang. Hal
tersebut hanya bisa diselesaikan jika kita anggap gelombang sebagai partikel.
Sifat gelombang dan sifat partikel yang secara nyata saling bertentangan
akhirnya direkonsiliasikan sejak tahun 1930 melalui perkembangan
elektrodinamika kuantum, yakni sebuah teori komperhensif yang memasukkan kedua
sifat gelombang dan sifat partikel. Perambatan
cahaya paling baik dijelaskan dengan model gelombang tetapi pemahaman tentang
pemancaran dan penyerapan memerlukan pendekatan partikel.
Dari pembahasan
sifat gelombang di atas kita dapat membuat sebuah rangkuman sifat gelombang
sebagai berikut:
a.
Cahaya
sebagai gelombang
Sebagai gelombang Cahaya
memiliki beberapa sifat diantaranya:
1)
Cahaya
dapat di pantulkan (refleksi)
2)
Cahaya
dapat dibiaskan (refraksi)
3)
Cahaya
dapat mengalami pelenturan (difraksi)
4)
Cahaya
dapat dijumlahkan (interferensi)
5)
Cahaya
dapat diuraikan (dispersi)
6)
Cahaya
dapat mengalami pengkutuban (polarisasi)
b.
Cahaya
sebagai partikel
Contoh
penerapan anggapan cahaya sebagai partikel yaitu pada efek fotolistrik, cahaya
dapat dipandang sebagai kuantum energi dengan energi yang diskrit. Kuantum
energi tidak dapat digambarkan sebagai gelombang tetapi lebih mendekati bentuk
partikel. Partikel cahaya dalam bentuk kuantum dikenal dengan sebutan foton.
Pandangan cahaya sebagai foton diperkuat lagi melalui gejala yang dikenal
sebagai efek Compton. Jika seberkas sinar-X ditembakkan ke sebuah elektron
bebas yang diam, sinar-X akan mengalami perubahan panjang gelombang dimana
panjang gelombang sinar-X menjadi lebih besar. Gejala ini dikenal sebagai efek
Compton, sesuai dengan nama penemunya, yaitu Arthur Holly Compton.
Sinar-X
digambarkan sebagai foton yang bertumbukan dengan elektron (seperti halnya dua
bola bilyar yang bertumbukan). Elektron bebas yang diam menyerap sebagian
energi foton sehingga bergerak ke arah membentuk sudut terhadap arah foton
mula-mula. Foton yang menumbuk elektron pun terhambur dengan sudut θ
terhadap arah semula dan panjang gelombangnya menjadi lebih besar. Perubahan
panjang gelombang foton setelah terhambur dinyatakan sebagai
. Dimana m adalah massa diam elektron, c
adalah kecepatan cahaya, dan h adalah konstanta Planck.
B.
Refleksi
dan refraksi
Dua aspek yang
paling penting mengenai perambatan cahaya adalah refleksi dan refraksi. Ketika
gelombang dari tipe apapun mengenai sebuah penghalang datar misalnya sebuah
cermin, gelombang-gelombang baru dibangkitkan dan bergerak menjauhi penghalang
tersebut. Fenomena tersebut dinamakan refleksi. Refleksi (pemantulan) merupakan
perubahan arah rambat cahaya ke arah sisi (medium) asalnya, setelah menumbuk antarmuka dua medium. Refleksi terjadi pada bidang batas antara dua medium
berbeda seperti misalnya sebuah permukaan udara kaca, dalam kasus dimana sebagian
energi datang direfleksikan dan sebagian ditransmisikan.
Sedangkan
ketika sebuah berkas cahaya mengenai sebuah permukaan bidang batas yang memisahkan
dua medium berbeda, misalnya sebuah permukaan udara kaca, energi cahaya
tersebut direfleksikan dan memasuki medium kedua, perubahan arah dari sinar
yang ditransmisikan tersebut disebut refraksi. Untuk menyelidiki kedua aspek
tersebut dapat menggunakan model sinar dari cahaya.
Sinar
masuk |
Sinar yang direfleksikan
|
Sinar yang direfraksikan
|
Bila sebuah gelombang cahaya menumbuk sebuah antarmuka (interface) halus yang memisahkan dua material transparan (material tembus cahaya) seperti udara dan kaca atau air dan kaca, maka pada umumnya sebagian gelombang itu direfleksikan dan direfraksikan (ditransmisikan) ke dalam material kedua, seperti yang diperlihatkan dalam gambar berikut;
Jika antarmuka
itu kasar, cahaya yang ditransmisikan dan cahaya yang direfleksikan tersebut
dihamburkan ke berbagai arah, dan tidak ada sudut transmisi tunggal atau sudut
refleksi tunggal. Refleksi pada sudut tertentu dari sebuah permukaan yang
sangat halus dinamakan refleksi spekular dan refleksi yang dihamburkan dari
sebuah permukaan kasar dinamakan refleksi tersebar. Kedua macam refleksi dapat
terjadi baik dengan material transparan maupun dengan material opaque (tak tembus sinar) yang tidak
mentransmisikan cahaya. Sebagian besar benda dapat dilihat oleh mata karena
benda-benda itu merefleksikan cahaya secara menyebar dari permukaannya.
Indeks refraksi
(Index of refraction) dari sebuah
material optik, yang dinyatakan dengan n, memainkan peranan penting dalam
optika geometri. Indeks refraksi itu adalah rasio dari laju cahaya c dalam
ruang hampa terhadap laju cahaya v dalam material itu:
Cahaya selalu
berjalan lebih lambat di dalam material daripada di dalam ruang hampa, sehingga
nilai n dalam medium apapun selain ruang hampa selalu lebih besar daripada
satu. Untuk ruang hampa, n = 1. Karena n adalah rasio dari dua laju, maka n
adalah bilangan murni tanpa satuan.
Hukum Refleksi dan
Hukum Refraksi
Kajian
eksperimental mengenai arah sinar masuk, sinar yang direfleksikan, dan sinar
yang direfraksikan pada antar muka yang halus diantara dua material optik
memunculkan kesimpulan-kesimpulan berikut:
1.
Sinar
yang masuk, sinar yang direfleksikan, dan sinar yang direfraksikan, dan normal
terhadap permukan semuanya terletak pada bidang yang sama. Bidang dari ketiga
sinar itu tegak lurus terhadap bidang permukaan batas diantara kedua material
tersebut.
2.
Sudut
refleksi (θr) sama dengan sudut masuk (θa) untuk semua
panjang gelombang dan untuk setiap pasangan material.
Untuk cahaya
monokromatik dan untuk sepasang material yang diberikan, a dan b, pada
sisi-sisi yang berlawanan dari antarmuka itu, rasio dari sinus sudut θa
dan θb, dimana kedua sudut itu diukur dari normal terhadap
permukaan, sama dengan kebalikan dari rasio kedua indeks refraksi.
Atau
Hukum refleksi
dan hukum refraksi berlaku tanpa memandang dari sisi mana dari antarmuka itu
sinar masuk tersebut datang. Lintasan sebuah sinar yang direfraksikan dapat
dibalik (reversible). Karena sinar
yang direfleksikan membuat sudut yang sama dengan normal, maka lintasan sebuah
sinar yang direfleksikan juga dapat dibalik. Itulah sebabnya mengapa bila kita
melihat mata seseorang dalam cermin, orang tersebut juga dapat melihat kita.
Intensitas
sinar yang direfleksikan dan intensitas sinar yang direfraksikan bergantung
pada sudut masuk, kedua indeks refraksi, dan polarisasi dari sinar masuk.
Indeks refraksi bergantung bukan hanya pada zat tetapi juga pada panjang
gelombang cahaya. Indeks refraksi untuk beberapa zat padat dan cairan diberikan
dalam tabel 2-1 untuk panjang gelombang tertentu dari sinar kuning.
Tabel 2-1
Indeks Refraksi Cahaya
Natrium Kuning (
nm)
Zat
|
Indeks
Refraksi, n |
Zat
|
Indeks
Refraksi, n |
Padatan
|
|
Cairan pada suhu 20oC
|
|
Es (H2O)
Fluorit (CaF2)
Polistiren
Garam Batu (NaCl)
Kwarsa (SiO2)
Zirkon (ZrO2 . SiO2)
Intan (C)
Fabulit (SrTiO3)
Rutil (TiO2)
|
1,309
1,434
1,49
1,544
1,544
1,923
2,417
2,409
2,62
|
Metanol (CH3OH)
Air (H2O)
Etanol (C2H5OH)
Karbon tetraklorida
Terpentin
Gliserin
Benzena
Karbon disulfida (CS2)
|
1,329
1,33336
1,460
1,472
1,473
1,473
1,501
1,628
|
Kaca (nila-nilai umumnya)
|
|
Udara
|
1,00029
|
Mahkota
Batu api ringan
Batu api sedang
Batu api berat
Batu api lantamim
|
1,52
1,58
1,62
1,66
1,80
|
|
|
C.
Refleksi
internal total
Dalam keadaan
tertentu, semua cahaya dapat direfleksikan kembali dengan tidak adanya cahaya
yang ditransmisikan walaupun pada materi kedua itu tembus sinar.
Terlihat pada gambar (a) ada beberapa
sinar yang memancar dari sumber dalam
medium a dengan indeks refraksi na, yang kemudian sinar-sinar itu
melintas ke medium b dengan indeks refraksi nb, dimana indeks
refraksinya lebih kecil na > nb ( misalkan dari air ke
udara ). Dimana berdasarkan hukum refraksi Snellius,
|
Dan karena
> 1,
yang artinya
jika berkas sinar itu memasuki medium dimana n lebih kecil maka berkas sinar
itu dibelokkan menjauhi garis normal, dan hal itu pula yang diperlihatkan pada
gambar (a). Namun pada sudut datang tertentu, sudut refraksinya akan 90° dalam
hal ini sinar bias akan menyentuh permukaan batas. Sudut datang ketika sinar
yang direfraksikan muncul keluar menyinggung permukaan batas itu disebut sudut
kritis,
. Jika sudut datang
lebih besar dari sudut kritis, maka sinus sudut refraksinya akan lebih besar
daripada satu yang artinya tidak ada berkas bias sama sekali dan seluruhnya
direfleksikan pada permukaan batas. Efek ini yang dinamakan refleksi internal
total. Refleksi internal total ini hanya terjadi jika berkas sinar menimpa
batas dengan medium kedua yang indeks
refraksinya lebih kecil daripada indeks refraksi medium yang pertama (medium dalam
dimana sinar itu bergerak) dan sudut datang
lebih besar atau sama dengan
.
|
Sebagai contohnya, sudut kritis bidang batas air – udara,
dengan
dan
.
Jadi, cahaya yang merambat didalam air
ini akan direfleksikan secara total jika cahaya itu menumbuk permukaan air –
udara pada sudut sebesar
atau lebih besar.
D.
Dispersi
1.
Definisi
Dispersi
Dispersi adalah
peristiwa penguraian cahaya polikromarik (putih) menjadi cahaya-cahaya
monokromatik (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu) pada prisma
lewat pembiasan atau pembelokan. Hal itu membuktikan bahwa cahaya putih terdiri
atas harmonisasi berbagai cahaya warna dengan panjang gelombang yang
berbeda-beda.
Cahaya putih
biasa merupakan superposisi dari gelombang-gelombang dengan panjang gelombang
yang membentang melalui seluruh spektrum tampak. Cahaya tampak yaitu cahaya
yang sensitif bagi mata kita, yang jatuh pada kisaran 400 nm sampai 750 nm.
Kisaran ini dikenal sebagai spektrum tampak, dan didalamnya terdapat
warna-warna dari ungu sampai merah. Cahaya dengan panjang gelombang yang lebih
pendek dari 400 nm disebut ultraviolet (UV) dan cahaya dengan panjang gelombang
lebih besar dari 750 nm disebut inframerah (IR-infrared). Walaupun mata manusia
tidak sensitif terhadap UV dan IR, beberapa jenis film fotografi bereaksi
terhadap cahaya-cahaya ini.
Warna
|
Panjang Gelombang
|
Ungu
|
400 - 440 nm
|
Biru
|
440 - 495 nm
|
Hijau
|
495 - 580 nm
|
Kuning
|
580 - 600 nm
|
Orange
|
600 - 640 nm
|
Merah
|
640 - 750 nm
|
Dispersi cahaya adalah penguraian
cahaya putih atas komponen - komponen warna pelangi. Dalam percobaan di
laboratorium, penguraian cahaya tersebut menggunakan sebuah kotak sinar dan
sebuah prisma kaca. Jika sebuah sinar yang keluar dari kotak diarahkan ke salah
satu bidang pembias prisma, maka sinar yang keluar dari bidang prisma lainnya
akan terpisah menjadi 7 warna pelangi.
Cahaya putih (polikromatik) yang
dirambatkan pada prisma kaca mengalami dispersi sehingga membentuk spektrum
warna-warna pelangi. Dispersi gelombang
yang terjadi dalam prisma kaca terjadi karena kaca termasuk medium
dispersi untuk gelombang cahaya.
Sebuah prisma mempunyai kemampuan untuk
menguraikan cahaya menjadi warna-warna pelangi. Hal ini terjadi karena indeks
bias materi bergantung pada panjang gelombang, seperti ditunjukkan untuk
beberapa materi seperti pada gambar. Cahaya putih merupakan campuran dari semua
panjang gelombang yang tampak, dan ketika jatuh pada prisma, panjang-panjang
gelombang yang berbeda tersebut dibelokkan dengan derajat yang berbeda-beda.
Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:
Karena indeks bias lebih besar untuk
panjang gelombang yang lebih pendek, cahaya ungu dibelokkan paling jauh dan
merah paling sedikit. Indeks cahaya suatu bahan menentukan panjang gelombang
cahaya yang dapat diuraikan menjadi
komponen - komponennya. Untuk cahaya ultraviolet digunakan prisma dari kristal, untuk cahaya putih
digunakan prisma dari kaca, dan untuk
cahaya infrarot digunakan prisma dari garam batu.
Peristiwa dispersi ini terjadi karena
perbedaan indeks bias tiap warna cahaya. Cahaya berwarna merah mengalami
deviasi terkecil sedangkan warna ungu mengalami deviasi terbesar. Setiap warna
mengalami pembiasan yang berbeda. Setiap warna mengalami deviasi dari arah
semula. Sudut yang dibentuk oleh sinar yang keluar dengan sinar datang
dinamakan sudut deviasi.
Keterangan:
Pada
setiap deviasi Berlaku persamaan:
dan
|
i1 = sudut datang
r1 = sudut bias pertama
i2 = sudut datang kedua
r2 = sudut bias kedua
= sudut deviasi
= sudut pembias prisma
Deviasi Minimum prisma dicapai bila sudut datang pertama
sama dengan sudut bias akhir. Yaitu
, sehingga berlaku:
Jika indeks bias prisma = np dan indeks bias
medium = nm
Jika
maka
Contoh:
Seberkas cahaya monokromatik datang pada sebuah prisma yang
mempunyai sudut pembias 30o dan terjadi deviasi minimum. Cahaya meninggalkan
prisma dengan sudut 25o. besar sudut datang cahaya pada prisma
adalah …
Penyelesaian:
Diketahui:
= 30o
r2 = 25o
Ditanyakan : sudut datang cahaya pada prisma (i1)
Jawaban :
Pada saat terjadi deviasi minimum maka sudut datang = sudut
keluar. Dengan demikian i1 = 25o.
Jadi besar sudut datang cahaya pada prisma adalah 25o.
E.
Polarisasi
Cahaya, seperti
halnya semua radiasi elektromagnet disebutkan oleh teori elektromagnet sebagai
gelombang transversal yakni dimana vektor listrik dan vektor magnet yang
bergetar adalah tegak lurus kepada arah perambatannya. Polarisasi adalah
karakteristik semua gelombang transversal. Untuk sebuah dawai yang berada dalam
kesetimbangan sepanjang sumbu x, pergeseran yang dapat berada sepanjang arah y,
dalam hal ini, dawai tersebut selalu terletak pada bidang xy. Tetapi pergeseran
tersebut mungkin juga berada sepanjang sumbu z, maka dawai terletak pada bidang
xz.
Bila sebuah
gelombang hanya mempunyai pergeseran y, kita mengatakan bahwa gelombang
tersebut terpolarisasi linear dalam arah y, sebuah gelombang hanya dengan
pergeseran z dalah terpolarisasi linear dalam arah z. Untuk gelombang mekanik
kita dapat membangun sebuah saringan polarisasi atau pemolarisasi yang hanya
mengijinkan gelombang dengan arah polarisasi tertentu untuk lewat.
1.
Saringan
Polarisasi
Cahaya dari
sumber biasa, seperti bola lampu pijar dan peralatan tetap cahaya pijar, tidak
terpolarisasi. Antena yang meradiasikan gelombang cahaya adalah molekul yang
membentuk sumber itu. Gelombang yang dipancarkan oleh setiap satu molekul dapat
terpolarisasi linear, seperti dari sebuah antena radio. Tetapi dari sumber
cahaya yang sebenarnya mengandung banyak sekali molekul dengan orientasi acak,
sehingga cahaya yang dipancarkan adalah campuran acak gelombang terpolarisasi
linear dalam sebuah arah transversal yang mungkin. Cahaya seperti itu dinamakan
cahaya tak terpolarisasi atau cahaya alami. Untuk menciptakan cahaya
terpolarisasi dari cahaya alami tak terpolarisasi maka diperlukan sebuah
saringan yang analog dengan celah untuk gelombang mekanik.
Saringan
polarisasi untuk gelombang elektromagnetik mempunyai rincian konstruksi yang
berbeda-beda tergantung dari panjang gelombang.
a.
Untuk
gelombang mikro dengan panjang gelombang beberapa centimeter, pemollarisasi
yang baik berupa susunan kawat-kawat konduksi pararel yang jaraknya sangat
rapat dan terisolasi satu sama lain.
b.
Saringan
polarisasi yang paling lazim untuk cahaya tampak adalah sebuah material yang
dikenal dengan merk dagang Polaroid, sangat banyak digunakan untuk lensa
kamera.
2.
Polarisasi
Oleh Refleksi
Cahaya yang tak
terpolarisasi dapat dipolarisasi, baik separa parsial maupun secara total, oleh
refleksi. Cahaya alami yang tak terpolarisasi memasuki permukaan yang
merefleksi antara dua material optik yang tembus sinar, bidang yang mengandung
sinar masuk dan sinar yang direfleksikan dan normal terhadap permukaan
dinamakan bidang masuk. Untuk sebagian besar sudut masuk, gelombang dimana
vektor medan listrik
tegak lurus terhadap budang masuk (yakni,
pararel dengan bidang yang merefleksikan) direfleksikan secara lebih kuat
daripada gelombang dimana medan listrik terletak dalam bidang ini. Dalam kasus
ini, cahaya yang direfleksikan itu terpolarisasi secara parsial dalam arah yang
tegak lurus terhadap bidang masuk.
Pada sudut masuk
tertentu yang dinamakan sudut polrisasi
, cahaya pada saat
medan listrik
terletak pada bidang masuk tidak direfleksikan
sama sekali tetapi secra keseluruhan direfraksikan. Polarisasi oleh refleksi
merupakan alasan mengapa saringan polarisasi banyak sekali digunakan dalam kaca
mata gelap.
3.
Polarisasi
Melingkar dan Eliptik
Cahaya dan radiasi
elektromagnet lain juga dapat mempunyai polarisasi melingkar atau polarisasi
eliptik. Misalnya kedua gelombang yang amplitudonya sama itu berbeda fasa
sebanyak seperempat siklus. Maka gerak resultan dari setiap titik sebesar
dengan sebuah superposisi dari dua gerak harmonik sederhana yang tegak lurus
satu sama lain, dengan beda fasa seperempat siklus. Pergeseran y diseuah titik
adalah paling besar pada waktu-waktu ketika pergeseran z adalah nol, dan
sebaliknya. Maka gerak dawai itu secara keseluruhan tidak lagi berlangsung pada
sebuah bidang tunggal. Dapat diperlihatkan bahwa setiap titik pada tali itu
bergerak dalam sebuah lingkaran pada sebuah bidang yang pararel dengan bidang
yz. Titik-titik yang berurutan pada tali itu mempunyai beda fasa yang
berurutan, dan keseluruhan gerak dawai itu mempunyai penampilan sebuah garis
skrup yang berotasi. Ini diperlihatkan kekiri dari saringan polarisasi.
Superposisi dari kedua gelombang terpolarisasi linear yang tertentu ini
dinamakan polarisasi melingkar.
Jika beda fasa antara
kedua gelombang komponen itu adalah sesuatu selain daripada seperempat siklus,
atau jika kedua gelombang komponen itu mempunyai amplitudo yang berbeda. Maka
setiap titik pada dawai itu menelusuri bukan sebuah lingkaran tetapi sebuah
elips. Gelombang yang dihasilakan itu dikatakan terpolarisasi eliptik.
4.
Fotoelastisitas
Beberapa material
optik yang normalnya tidak birefringent menjadi demikian bila material itu
dipengaruhi oleh tegangan mekanik. Inilah dasar ilmu pengetahuan
fotoelastisitas.
F.
Hamburan
cahaya
Hamburan adalah
peristiwa penyerapan dan pemantulan kembali cahaya oleh suatu sistem
partikel. Bila cahaya datang pada
medium, sinar tersebut akan (mungkin) dipancarkan ke segala arah, hal ini
dinamakan “Hamburan Cahaya”.
Cahaya
|
hamburan
|
Langit terlihat berwarna biru, matahari
terbenam terlihat berwarna merah dan cahaya di langit sebagian terpolarisasi.
Fenomena ini dijelaskan atas dasar peghamburan cahaya oleh molekul atmosfer. Penghamburan cahaya oleh atmosfer bumi bergantung kepada
panjang gelombang. Untuk partikel-partikel yang jauh lebih kecil dari panjang
gelombang cahaya (seperti molekul udara), partikel-pertikel tersebut tidak
merupakan rintangan yang besar bagi panjang gelombang yang panjang dibandingkan
bagi yang pendek.
Langit hanya
berwarna biru di siang hari. Ada beberapa sebab mengapa langit saat itu
berwarna biru. Bumi diselubungi lapisan udara yang disebut atmosfer. Walaupun
tidak tampak, udara sebenarnya terdiri atas partikel-partikel kecil. Cahaya
dari matahari dihamburkan oleh partikel-partikel kecil dalam atmosfer itu.
Tetapi kita tahu, cahaya dari matahari terdiri dari paduan semua warna, dari
merah, kuning, hijau, biru, hingga ungu. Warna-warna itu memiliki frekuensi
yang berbeda. Merah memiliki frekuensi yang lebih kecil dari kuning, kuning
lebih kecil dari hijau, hijau lebih kecil dari biru, biru lebih kecil dari ungu.
Semakin besar frekuensi cahaya, semakin kuat cahaya itu dihamburkan. Warna
langit adalah sebagian cahaya matahari yang dihamburkan. Karena yang paling
banyak dihamburkan adalah warna berfrekuensi tinggi (hijau, biru, dan ungu),
maka langit memiliki campuran warna-warna itu, yang kalau dipadukan menjadi
biru terang. Karena warna biru banyak dihamburkan, maka warna matahari tidak
putih sempurna, seperti yang seharusnya terjadi jika semua warna dipadukan.
Warna matahari menjadi sedikit agak jingga. Pada sore hari, sering matahari
berubah warna menjadi merah. Pada saat itu, sinar matahari yang sudah miring
menempuh jarak lebih jauh untuk mencapai mata kita, sehingga semakin banyak
cahaya yang dihamburkan. Sehingga yang banyak tersisa adalah cahaya frekuensi
rendah, yaitu merah.
Di bulan dan di
planet yang tidak memiliki atmosfir, cahaya matahari tidak dihamburkan,
sehingga langit selalu berwarna hitam, walaupun di siang hari. Efek Tyndall
juga dapat menerangkan mengapa langit pada siang hari berwarna biru, sedangkan
ketika matahari terbenam di ufuk barat berwarna jingga atau merah. Hal tersebut
dikarenakan penghamburan cahaya matahari oleh partikel-partikel koloid di
angkasa, dan tidak semua frekuensi sinar matahari dihamburkan dengan intensitas
yang sama. Oleh karena intensitas cahaya berbanding lurus dengan frekuensi,
maka ketika matahari melintas di atas kita, frekuensi paling tinggilah yang
banyak sampai ke mata kita, sehingga kita melihat langit biru.
Ketika matahari
hampir terbenam, hamburan cahaya yang frekuensinya yang rendahlah yang lebih
banyak sampai ke kita, sehingga kita menyaksikan langit berwarna jingga atau
merah. Kita ingat untaian cahaya tampak dalam spektrum cahaya,
merah-jingga-kuning-hijau-biru-ungu. Dari urutan merah sampai ungu,
frekuensinya semakin tinggi. Jadi warna-warna yang mendekati merah memiliki
frekuensi cahaya tinggi, dan warna-warna yang mendekati ungu memiliki frekuensi
cahaya rendah. Akibatnya, pada belahan bumi yang lebih timur, orang sudah tidak
lagi dapat melihat warna biru dan ungu karena sudah dihamburkan. Saat itu,
orang pada belahan bumi yang lebih timur hanya akan melihat “sisa” warna yang
belum terhamburkan. Sisa warna yang masih ada adalah percampuran antara merah,
jingga, dan kuning. Itulah sebabnya mengapa langit terlihat berwarna merah
ketika terbenam.
Awan mengandung
konsentrasi yang tinggi dari tetesan air atau kristal es, yang juga
menghamburkan cahaya. Karena konsentrasi yang tinggi ini, maka cahaya yang
lewat melalui awan mempunyai kesempatan lebih banyak untuk terhambur daripada
cahaya yang lewat melalui langit bersih. Jadi, cahaya dari semua panjang
gelombang pada akhirnya dihamburkan keluar dari awan itu, sehingga awan itu
terlihat berwarna putih.
Karena cahaya
langit terpolarisasi sebagian, maka pemolarisasi sangat berguna dalam
fotografi. Langit dalam sebuah poster dapat dibuat bertambah gelap dengan
mengorientasikan sumbu polarisasi itu sehingga tegak lurus terhadap arah yang
menonjol dari polarisasi cahaya yang dihamburkan itu. Cahaya yang paling kuat
terpolarisasi datang dari bagian-bagian langit yang berada
jauhnya dari matahari; misalnya, langsung
daria atas kepala ketika matahari itu berada pada horizon pada waktu matahari
terbit atau terbenam. Secara lebih deskriptif, gambar berikut akan lebih
memperjelas pemahaman kita.
Gambar.
Peristiwa Hamburan Cahaya
Sebagai
permisalan ada dua orang A dan B. Masing-masing berada pada belahan bumi yang
berbeda. A sedang berada di suatu belahan bumi yang sedang mengalami siang
hari, sedangkan B berada lebih timur dari A dan oleh karenanya ia telah
memasuki waktu sore hari.
Matahari akan
meradiasikan cahaya putih dalam arah lurus seperti pada Gambar. Jarak antara A
dengan matahari lebih pendek jika dibandingkan B yang sudah masuk sore hari.
Pada jarak yang pendek tersebut cahaya putih dari matahari akan mengalami
hamburan terutama untuk warna biru dan ungu karena berfrekuensi tinggi.
Peristiwa ini, seperti yang telah di bahas sebelumnya, menyebabkan si A akan
melihat bahwa langit berwarna biru. Namun pada jarak yang lebih jauh, yakni
bagi si B, ia sudah tidak lagi bisa melihat warna biru. Hal ini karena sebagian
besar warna biru telah dihamburkan di belahan bumi yang sedang siang hari. Oleh
karena itu, tinggal warna merah, jingga dan kuning saja yang masih diteruskan sampai
ke mata si B. Itulah sebabnya, kenapa sore hari langit cenderung berwarna
jingga kemerah-merahan.
G.
Prinsip
Huygens
1.
Prinsip
Huygens
Prinsip Huygens
merupakan metode geometris untuk dapat menentukan bentuk muka gelombang pada
suatu saat bila diketahui suatu bagiannya pada suatu saat sebelumnya. Dengan
kata lain Prinsip Huygens merupakan cara untuk menentukan intensitas dan fase
cahaya di tiap titik bila hanya sebagian muka gelombang yang nampak.
Huygens
mengasumsikan bahwa setiap titik pada permukaan gelombang dapat dianggap
sebagai gelombang sekunder kecil yang memancar ke segala arah dan memiliki
kecepatan yang sama dengan kecepatan rambat gelombang. Dengan adanya penambahan
gelombang sekunder baru ini berarti terbentuk permukaan-permukaan baru yang dapat
diperoleh dengan cara melukiskan permukaan yang menyinggung gelombang-gelombang
sekunder sebelumya bila kita menggunakan metode grafis. Hal ini menunjukan
bahwa permukaan-permukaan baru yang terbentuk oleh gelombang sekunder baru
selalu menyinggung gelombang sekunder sebelumnya , permukaan baru inilah yang
dinamakan envelope atau lingkup
gelombang sekunder tersebut.
Karena prinsisp
Huygens digunakan untuk mencari bentuk permukaan gelombang pada selang waktu t tertentu, dan pada selang waktu
tersebut gelombang bergerak artinya memiliki kecepatan v, maka ada jarak sebesar ryang
ditempuh oleh gelomabang tersebut untuk membentuk permukaan gelombang baru
(gelomabang sekunder), karena gelombnag bersifat menyebar maka penyebarannya
digambarkan dengan sebuah lingkaran seperti pada gambar berikut.
Prinsip Huygens
digunakan dalam hukum pemantulan dan hukum pembiasan pada bidang datar. Hukum
Pemantulan berdasarkan Prinsip Huygens
Gambar 2
|
Gambar
1
|
Untuk mempermudah pemahaman penerapan
Prinsip Huygen pada pemantulan , dapat digambarkan seperti gambar di atas di
mana garis AA’ dianggap sebagai
permukaan gelombang datang, Prinsip huygens digunakan untuk mencari posisi
gelombang setelah selang waktu tertentu dengan mengganggap AA’ sebagai
tititk-titik pusat , maka tariklah garis sebagai gelombang sekunder dengan radius vt (r) dari AA’. Gelombang sekunder yang timbul
di dekat ujung atas AA’ menyebar tanpa
terhalang bidang batas dan lingkupannya
(envelove) membentuk permukaan
gelombang sekunder baru OB’ kemudian NC’ pada selang waktu berikutnya. Tetapi
gelombang sekunder yang timbul di dekat ujung bawah AA’ terhalang oleh bidang
pantul sehingga arah rambatanya pun berubah karena dipantulkan, garis putus-putus
menunjukan bahwa bila bidang pantul tidak ada maka, gelombang sekunder akan
diteruskan, dan arah rambatanya pun tidak berubah, pantulan gelombang sekunder
baru ini lah yang membentuk muka gelombang OB dan NC pada selang waktu t
berikutnya.
Gambar kedua menunjukan hukum
pemantulan bahwa sinar datang sama dengan sinar pantul, ini dibuktikan dengan
cara menarik garis OP=vt tegak lurus pada AA’ kemudian tariklah OB yang
menyinggung radius vt dan sumbunya di A. Jika AQ ditarik dari A ke titik
singgung maka segitiga APO sama dan
sebangun dengan segitiga AQO , serta AQ=OP maka sudut θr (sudut datang) sama
dengan θa (sudut pantul).
Hukum Pembiasan (Snellius) berdasarkan
Prinsip Huygens
Penerapan Prinsip Huygens pada
pembiasan, gerakannya sama dengan pada pemantulan akan tetapi bidang datar pada
pembiasan merupakan medium yang bening. Pembiasan terjadi pada dua medium
berbeda dan memilki indeks bias yang berbeda pula , kita sebut saja medium a
dan b (material a dan b pada gambar 3)
dan indeks biasnya na dan nb. Beberapa titik pada garis AA’ dianggap
sebagai pusat , kemudian lukislah sejumlah gelombang pada ujung atas AA’ dengan
kecepatan va pada selang waktu t, sehingga terbentuk permukaan lengkung
berjarak vat yang tak lain adalah gelombang sekunder baru.
Tetapi pada ujung bawah AA’ (titik A)
memilki kecepatan vb pada selang waktu yang sama sehingga jarak gelombang
sekunder yang terbentuk adalah vbt, hal ini disebabkan oleh gelombang yang
merambat pada dua medium yang berbeda kerapatanya, maka kecepatan rambatnya pun
akan berbeda, sehingga jaraknya pun berbeda. Lingkupan semua gelombang sekunder
yang ditimbulkan permukaan gelombang asal tak lain adalah bidang yang
dilukiskan oleh garis patah BOB’, dengan cara yang sama diperoleh pula CPC’.
Dalam hukum pembiasan kita telah
ketahui bahwa nava = nbvb, ini dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut θa
adalah sudut datang dan θb adalah sudut bias. Perhatikan gambar 4 , tariklah
garis OQ = vat tegak lurus pada AQ, tarik pula AB=vbt
tegak lurus pada BO, karena membentuk segitiga siku-siku AOQ dan AOB maka
diperoleh:
(pada ∆ AOQ) dan
(pada ∆ AOB). Oleh
sebab itu,
Karena va/vb
merupakan konstanta, maka persamaan di atas merupakan hukum Snell yang
dirumuskan berdasarkan teori gelombang , Bentuk umum persamaan Hukum Snell
adalah
, sehingga dan nava = nbvb.
, sehingga dan nava = nbvb.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Cahaya merupakan
gelombang elektromagnetik yang dapat terlihat secara kasat mata. Cahaya
mempunyai sifat sebagai gelombang dan sebagai partikel sering kita kenal dengan
dualisme gelombang-partikel. Sebagai gelombang, cahaya dapat direfleksikan
ataupun direfraksikan ketika mengenai suatu bidang namun saat itu pula dia
mengalami penyerapan energi yang menunjukan sifat cahaya sebagai partikel.
Cahaya
mempunyai beberapa sifat sebagai gelombang diantaranya. Dapat dibiaskan
(refleksi), dapat dibiaskan (refraksi), dapat mengalami pelenturan (difraksi), dapat
dijumlahkan (interferensi), dapat diuraikan (dispersi), dapat mengalami
pengkutuban (polarisasi). Refleksi (pemantulan) merupakan perubahan arah rambat
cahaya ke arah sisi (medium) asalnya, setelah menumbuk antarmuka dua medium. Saat cahaya datang dengan sudut datang yang lebih besar sudut kritis maka akan
terjadi pemantulan internal sempurna. Sedangkan refraksi adalah perubahan arah
dari sinar yang ditransmisikan pada medium yang berbeda. Dispersi adalah
penguraian cahaya polikromatik menjadi cahaya monokromatik. Hamburan adalah
peristiwa penyerapan dan pemantulan kembali cahaya oleh suatu sistem partikel. Dalam
penggambaran cahaya dikenal Prinsip Huygens yang merupakan metode geometris
untuk menentukan intensitas dan fase cahaya di tiap titik bila hanya sebagian
muka gelombang yang nampak.
B.
Saran
Dalam
penyusunan makalah ini akan sangat banyak kesempatan mengeksplor materi melalui
gambar. Alangkah baiknya jika gambar bisa benar-benar diteliti kebenarannya
karena beberapa gambar sering kali tidak sesuai dengan fenomena yang
seharusnya. Contoh: gambar sudut deviasi pada beberapa sumber di internet tidak
menunjukan sudut deviasi yang seharusnya.
DAFTAR PUSTAKA
Endarko & Yudhoyono, Gatot. 2007.
FISIKA. Jakarta: DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL BIRO PERENCANAAN DAN KERJASAMA
LUAR NEGERI.
Giancoli,
Douglas. 2001. Fisika Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Sears & Zemansky. 1994. Fisika
untuk Universitas 3 Optika dan Fisika Modern. Bandung: Bina Cipta
Young & Freedman. 2003. Fisika
Universitas Edisi Kesepuluh Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Zaelani, Ahmad dkk. 2006. 1700 Bank
Soal Bimbingan Pemantapan Fisika. Bandung: Yrama Widya.
Hermawayne. 2009. Mengapa matahari
terlihat kemerahan. Tersedia di
[http://hermawayne.blogspot.com/2009/02/mengapa-matahari-terlihat-kemerahan.html]
Math.ucr. 2013. Blue Sky (Penyebab
langit biru). Tersedia di [http://www.math.ucr.edu/home/baez/physics/General/BlueSky/blue_sky.html]
Matludin. 2012. Relativitas: dualisme
gelombang partikel. Tersedia di
[http://myblogmatludin.blogspot.com/2012/07/dualisme-gelombang-partikel_18.html]
Shvoong. 2012. Pengertian cahaya.
Tersedia di
[http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2108839-pengertian-cahaya/]
Chairunnisa. 2012. Teori-teori Cahaya
Menurut Para Ahli. Tersedia di
[http://chairunnisah-fisikaeducationnisah.blogspot.com/2012/05/teori-teori-cahaya-menurut-para-ahli.html]
|
Makalahnya bagus juga.. Makasih untuk infromasinya yah.
BalasHapuskunjungi juga:
http://pangissengang.blogspot.com/2015/08/teori-perambatan-cahaya.html